Tuesday, April 26, 2016

Tentang Kota Tual - Kepulauan Kei

Kota Tual terbentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2007. Sebelum terbentuknya Kota Tual pernah menjadi bagian dan Ibu Kota dari Kabupaten Maluku Tenggara. Sebagai Kotamadya baru yang mempunyai kawasan perairan yang lebih luas dibandingkan dengan daratan, Kota Tual banyak menyimpan potensi perairan yang sangat diandalkan untuk pengembangan sektor perikanan dan budidaya laut pada skala regional. Regionalisasi sektor perikanan dan budidaya laut diharapkan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat, sekaligus memberikan kontribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) melalui penciptaan investasi dan arus perdagangan antar pulau.

Di Kota Tual peran sektor perikanan dan budidaya laut dalam menopang roda perekonomian sangat nyata, tercatat bahwa sektor budidaya ini mampu menyumbang sebesar Rp. 111.587.769 terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan menjadi sebesar Rp. 142.764.615 terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PRDB) pada tahun 2012.

Sektor pariwisata juga merupakan prospek yang dapat dikembangkan dan berpotensi untuk meningkatkan PAD dan PRDB Kota Tual. Tercatat bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung ke 35 lokasi objek pariwisata di Kabupaten Maluku Tenggara (termasuk 11 lokasi objek wisata di Kota Tual) pada tahun 2012 adalah sebanyak 360 orang. Wisatawan tersebut masuk melalui 2 pintu yaitu Bandara Karel Sadsuitubun Ibra dan Pelabuhan Yos Sudarso di Tual (Kecamatan Pulau-Pulau Dullah). Jika disusun dalam suatu rencana induk yang lebih matang maka sektor ini juga merupakan andalan dalam meningkatkan PAD dan kesejahteraan masyarakat.

Kota Tual juga memiliki potensi sumberdaya pulau-pulau kecil dimana terdapat 66 pulau yang berada dalam gugusan Kepulauan Kei. Jumlah pulau yang keseluruhannya merupakan pulau kecil tersebut tentunya memerlukan suatu model pengelolaan yang disasarkan atas kesesuaian lahan, daya dukung lingkungan, rencana tata ruang dan sumber daya manusia. Penentuan model pengelolaan pulau-pulau kecil merupakan hal yang sangat penting karena dengan keberadaan pulau-pulau kecil ini maka eksistensi sektor kelautan dan perikanan serta sektor pariwisata Kota Tual menjadi sangat strategis. Dengan demikian, penting untuk dipahami seberapa besar dukungan keberadaan pulau-pulau kecil terhadap kelangsungan sumberdaya kelautan, perikanan serta pariwisata.

Kondisi Geografis Wilayah
Kota Tual merupakan daerah otonomi baru hasil pemekaran dari Kabupaten Maluku Tenggara yang terdiri atas 5 (lima) Kecamatan, yaitu Kecamatan Pulau Dullah Utara, Kecamatan Pulau Dullah Selatan, Kecamatan Tayando Tam,  Kecamatan Kur, dan Kecamatan Kur Selatan. Secara geografis Kota Tual terletak antara sekitar 5º - 6º Lintang Selatan dan 131º - 133º Bujur Timur. Secara administrasi Kota Tual memiliki batas administrasi sebagai berikut :

Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Banda;
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tenggara di Selat Nerong;
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kei Kecil, Kabupaten Maluku Tenggara dan Laut Arafura; dan
Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Banda.

Secara keseluruhan luas wilayah Kota Tual ± 19.088,29 Km2 terdiri atas wilayah daratan seluas 352,29 Km2 (1,85 persen) dan lautan seluas 18.736 Km2 (98,15 persen), yang terdiri atas 5 (lima) kecamatan, 3 (tiga) kelurahan, 26 desa dan 11 dusun. Kota Tual terdiri atas 66 pulau, yang dihuni sebanyak 13 pulau dan 53 pulau belum berpenghuni. Pada umumnya pulau-pulau yang tidak berpenghuni dipergunakan sebagai lahan pertanian/perkebunan atau sebagai tempat singgah kapal. Jarak ibukota Tual dengan ibukota kecamatan terjauh, yakni Tubyal di Kecamatan Pulau-pulau Kur sekitar 103 kilometer atau 57 mil laut yang jarak tempuhnya sangat tergantung pada kondisi cuaca.

Kondisi Iklim dan Curah Hujan
Iklim di Kota Tual sangat dipengaruhi oleh iklim wilayah-wilayah di sekitarnya. Pengaruh Laut Banda, Laut Arafura dan Samudera Indonesia serta Pulau Papua di Bagian Timur dan Benua Australia di Bagian Selatan, menjadikan iklim di wilayah ini seringkali terjadi perubahan. Berikut kondisi beberapa parameter iklim :
  • Keadaan musim teratur, musim Timur berlangsung dari bulan April sampai Oktober. Musim ini adalah musim Kemarau. Musim Barat berlangsung dari bulan Oktober sampai Februari. Musim hujan pada bulan Desember sampai Februari dan yang paling deras terjadi pada bulan Desember dan Februari.
  • Musim Pancaroba berlangsung dalam bulan Maret/April dan Oktober /November.
  • Bulan April sampai Oktober, bertiup angin Timur Tenggara. Angin kencang bertiup pada bulan Januari dan Pebruari diikuti dengan hujan deras dan laut bergelora.
  • Bulan April sampai September dominan bertiup angin Timur Tenggara dan Selatan serta angin Tenggara.
  • Bulan Oktober sampai Maret bertiup angin Barat Laut dan angin Barat Laut.

Kondisi iklim di Kota Tual berdasarkan peta Zone Agroklimat Provinsi Maluku (LTA - 72, 1986) dan Klasifikasi Oldeman (1980) secara garis besar terbagi dalam 2 (dua) zone Agroklimat yaitu:
  • Zone II.5: Curah hujan tahunan 3.000 - 4.000 milimeter, tercakup di dalamnya zone A2 (> 9 BB, < 2 BK) menurut Oldeman, termasuk wilayah Pulau Dullah dan sekitarnya)
  • Zone IV.1: Curah hujan tahunan 3.000 - 1.000 milimeter, tercakup di dalamnya zone A2 (> 9 BB, < 2 BK) menurut Oldeman, termasuk wilayah Kecamatan Tayando Tam.

Curah Hujan keseluruhan 3.710 milimeter per tahun terdapat di Pulau Dullah dsk. Dengan curah hujan rata-rata 309,17 milimeter per tahun atau rata-rata 176,5 milimeter per bulan dengan jumlah hari hujan sebanyak 261 hari atau rata-rata 21,75 hari hujan per bulan. Suhu rata-rata untuk tahun 2009 – 2010 adalah 27,3 ºC dengan suhu minimum 23,5 ºC dan maksimum 33,2 ºC. Untuk Kelembaban rata-rata 81,0 persen, penyinaran matahari rata-rata 65,0 persen dan tekanan udara rata-rata 1010,7 milibar. Data komponen cuaca ini berdasarkan dari data stasiun pengukuran terdekat dengan Kota Tual yaitu Stasiun Meteorologi Klas III Dumatubun Tual.

Kondisi Topografi
Kondisi topografi di Kota Tual, khususnya di masing-masing pulau cukup beragam, mulai dari kondisi yang relatif datar hingga berbukit. Untuk wilayah Pulau Dullah merupakan wilayah landai dengan dengan ketinggian lebih kurang 100 meter di atas permukaan laut dengan keberadaan beberapa bukit rendah di tengah Pulau Dullah. Untuk Pulau Dullah Laut dan Pulau Ut kondisi sangat landai, sehingga seringkali air laut pasang menggenangi pulau ini. Kondisi Kepulauan Tayando juga hampir secara keseluruhan sangat datar dan dekat dengan permukaan air. Sedangkan kondisi Pulau Kur selain dataran rendah juga memiliki dataran tinggi. Kemiringan lereng di Kota Tual secara umum berkisar antara 0 - 8 persen dan 8 - 15 persen. Desa-desa pada umumnya berada pada wilayah dengan ketinggian antara 0 - 100 mdpal.

Kondisi Geologi dan Geomorfologi

Geologi
Secara regional, Wilayah Kota Tual termasuk dalam wilayah geologi Indonesia bagian timur yang dikenal cukup rumit. Pada bagian timur wilayah ini terdapat patahan dengan skala besar dengan arah relatif barat daya - timur laut (Google Earth, 2010) yang merupakan kemenerusan dari zona tunjaman bagian selatan Indonesia akibat interaksi lempeng benua Asia dan Australia. Secara tektonik wilayah Kota Tual terletak pada prisma akresi Palung Aru. Gambaran umum Kota Tual dilihat dari kondisi geologinya dapat dijelaskan sebagai berikut :

A.     Litologi dan Stratigrafi

Geologi wilayah Kota Tual secara umum didominasi oleh batuan berumur Kuarter disamping Tersier dan batuan lain yang diduga berumur pra-Tersier. Urutan batuan dari tua ke muda yang terdapat di wilayah kota ini terbagi dalam : Kompleks Batuan Malihan, Kompleks Tanjung Matot, Formasi Kai Kecil dan Endapan Pantai. Lapisan paling tua yang diduga berumur pra-Tersier adalah Kompleks Batuan Malihan yang dijumpai di Gunung Namar dan sekitarnya di Pulau Kur dan juga sedikit di Pulau Fadol. Kompleks ini terdiri atas litologi berupa gneiss feldspar-kuarsa-biotit-muscovit yang bersifat granit mengandung apatit dan oksida besi; sekis biotit-muskovit, gneiss hornblende-kuarsa-plagioklas yang mengandung biotit.
Batuan yang lebih muda yang diduga berumur Pliosen merupakan batuan yang dikelompokkan dalam Kompleks Tanjung Matot dengan litologi berupa bongkahan kalkarenit, kalkarenit pasiran, dolomite, greywacke, serpih berwarna hitam kecoklatan, dalam matriks berupa napal dan lempung. Kompleks batuan ini terdapat secara tidak selaras di bawah Formasi Kai Kecil dan dijumpai setempat di Tanjung Matot, Pulau Tayando.
Batuan Formasi Kai Kecil yang terdiri dari batugamping terumbu mendominasi litologi di hampir semua pulau di wilayah Kota Tual baik di Kepulauan Kai maupun di Kepulauan Tayando. Di beberapa tempat juga terdapat litologi endapan pantai yang terdiri dari pasir, kerikil dan lumpur yaitu di Pulau Tayando, Pulau Walir, Pulau Nussren dan Pulau Nunial (lihat Peta Geologi). Formasi Kai Kecil maupun Satuan Endapan Pantai merupakan batuan berumur Kuarter. Setiap pulau di wilayah Kota Tual pada umumnya dikelilingi oleh terumbu koral (coral reef). Kondisi ini memungkinkan keterdapatan endapan-endapan hancuran koral di pantai sekitar pulau.

B.     Struktur Geologi

Berdasarkan Peta Geologi Kepulauan Kai dan Tayando yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi (1994), secara umum tidak dijumpai adanya struktur geologi di Wilayah Kota Tual. Namun demikian secara regional daerah ini diapit oleh 2 (dua) patahan besar dengan arah barat daya-timur laut. Tidak adanya singkapan struktur geologi di wilayah ini kemungkinan karena tertutup oleh batuan berumur kuarter. Singkapan batuan yang ada pada umumnya memiliki kemiringan lapisan kurang dari 30° yang menunjukkan aktivitas deformasi batuan yang relatif rendah di wilayah ini. Secara regional proses pengangkatan terakhir terjadi pada kala Plio-Plistosen.

Geomorfologi
Kota Tual merupakan wilayah kepulauan yang dapat dibagi atas 3 (tiga) satuan wilayah morfologi, yaitu : (1) Satuan wilayah Kepulauan Kei; (2) Satuan wilayah Kepulauan Tayando; dan (3) Satuan wilayah Pulau Kur.

Wilayah Kepulauan Kei yang meliputi Pulau Dullah dan pulau-pulau kecil di sekitarnya merupakan perbukitan rendah bergelombang, karst dan perbukitan rendah berlereng terjal dengan ketinggian maksimum 100 meter diatas permukaan laut. Pulau-pulau kecil di sekitar Pulau Dullah umumnya sangat landai dan memiliki ketinggian maksimum lebih kecil dari 100 meter di atas permukaan laut. Hal ini terutama dikaitkan dengan keragaman litologi wilayah kepulauan ini yang relatif homogen. Morfologi ini pada umumnya dibentuk oleh litologi batu gamping terumbu Formasi Kei Kecil yang mendominasi wilayah ini. Di Pulau Dullah terdapat dua danau yang dibentuk oleh karst.

Wilayah Kepulauan Tayando merupakan pulau-pulau dengan morfologi berupa dataran yang homogen hampir di semua pulau. Litologi yang homogen berupa batu gamping terumbu membentuk kemiringan lereng yang relatif kecil karena sifatnya yang mudah larut oleh air.

Wilayah Pulau Kur membentuk morfologi punggungan memanjang dengan arah barat daya - timur laut. Morfologi ini dibentuk oleh kompleks batuan malihan yang berupa gneiss dan skiss pada daerah tengah pulau. Litologi ini relatif resisten dan tidak mudah tererosi. Sedangkan di bagian pantai pada umumnya ditempati oleh litologi batu gamping sehingga lebih mudah tererosi. Daerah lain di wilayah Kecamatan Pulau-pulau Kur merupakan pulau-pulau terdenudasi membentuk dataran landai, kecuali Pulau Tam dengan ketinggian maksimum mencapai lebih dari 100 meter di atas permukaan laut.

Wilayah di sekitar pantai selain berupa perbukitan merupakan dataran pantai yang dibentuk oleh pecahan-pecahan terumbu karang, pasir, kerikil dan lumpur. Dataran ini banyak terdapat di daerah teluk seperti pada teluk di bagian utara Pulau Tayando dan bagian utara Pulau Walir.

Kondisi Tanah
Jenis dan karakteristik tanah yang terdapat di Kota Tual antara lain :
  1. Litosol. Tanah ini bertekstur sedang dan berdrainase baik. Ciri utama tanah ini adalah terdapat singkapan batuan di atas permukaan tanah yang terbuka dan semak belukar. Tanah ini berasosiasi dengan jenis-jenis tanah rensina, kambisol, brunizem dan podsolik. Vegetasi yang dijumpai adalah hutan sekunder, primer, dan tanaman campuran setahun.
  2. Rensina. Tanah ini memiliki solum dangkal sampai sedang dengan tekstur sedang sampai halus dan berdrainase baik. Tanah ini berasosiasi dengan jenis-jenis tanah litosol, kambisol, brunizem dan podsolik. Vegetasi yang ditemukan adalah hutan sekunder, primer dan tanaman campuran.
  3. Podsolik. Tanah ini memiliki solum tanah dalam sampai sangat dalam, dengan tekstur halus dan berdrainase baik. Tanah ini berasosiasi dengan jenis-jenis tanah kambisol, litosol, dan brunizem. Vegetasi yang ditemukan adalah tanaman pertanian, tanaman campuran (tanaman tahunan, dan ladang), hutan sekunder dan primer.
Kondisi Oseanografi

1.  Gelombang
Wilayah daerah pemekaran Kota Tual yang meliputi wilayah Kecamatan Dullah Selatan, Dullah Utara, Pulau Kur dan Tayando Tam berada di Gugus Kepulauan Kei Kecil dari Gugusan Kepulauan Kei (yang terdiri dari Gugus Pulau Kei Besar dan Kei Kecil). Secara oseanografis wilayah ini dipengaruhi kondisi perairan Laut Banda dan Laut Arafura. Gelombang laut di kawasan ini sangat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang berfluktuasi menurut musim. Arah angin umumnya berasal dari Selatan dan Tenggara terutama pada bulan Mei hingga Nopember (Musim Timur). Penjalaran gelombang searah dengan arah angin, kecuali pada mitakad pasang surut atau pada dangkalan yang banyak bertebaran di wilayah kepulauan Kei Kecil, dimana bagian dasar gelombang menyentuh dasar maka penjalarannya akan dikendalikan oleh bentuk kontur dasar laut. Selama musim dimana angin berhembus dari Tenggara dengan kecepatan yang berkisar antara 4 knot (light breeze) or 2 BFt hingga 17 knonts (Fresh breeze) or 5 Bft, maka berdasarkan konversi skala Beaufort, kecepatan angin ini akan memungkinkan timbulnya gelombang dengan ketinggian 1,2 hingga 2,4 meter, ukuran gelombang empiris ini pada kawasan pasang surut ataupun dangkalan (akresi) akan dimodifikasi oleh tingkat kedalaman perairan.

2.  Arus
Wilayah Kota Tual berada di bawah pengaruh 2 (dua) musim yaitu Musim Timur (April hingga Oktober) yang dikenal dengan musim kemarau dimana angin bertiup dari arah Tenggara, dan Musim Barat (Oktober hingga April) yang juga dikenal dengan musim penghujan. Kedua musim ini secara langsung mempengaruhi kondisi arus di Wilayah ini. Pada Musim Barat arus menuju Timur dan pada Musim Timur arus menuju Barat. Kondisi musim tersebut juga sangat mempengaruhi intensitas pemanfaatan sumberdaya hayati laut dan nelayan tradisional.
Pola arus secara regional memperlihatkan bahwa pada Musim Barat, arus bergerak dari perairan Barat Indonesia yakni melewati celah antara Jawa, NTB dan NTT dan Kalimantan serta Sulawesi menuju Timur ke Wilayah Kepulauan Kei termasuk Kota Tual, dan sebaliknya pada Musim Timur arus dari Kepulauan Kei bergerak menuju Laut Banda, Pulau Ambon dan membelok ke Laut Maluku yang terletak antara Sulawesi dan Seram serta melalui Laut Halmahera dan Ternate terus menuju Pasifik, sedangkan sebagian massa air dari Kepulauan Kei menuju Samudera Hindia. Sebaliknya pada Musim Barat arus bergerak dari perairan Barat Indonesia yakni melewati celah antara Jawa, NTB dan NTT dan Kalimantan serta Sulawesi menuju Timur ke Wilayah Kota Tual.

Hasil kajian terhadap vektor arus secara regional yang ditumpang tindih (overlay) dengan suhu permukaan laut memperlihatkan bahwa arus permukaan yang datang ke wilayah perairan Kota Tual umumnya berasal dari Timur dan Timur laut dengan lama kejadian 6 bulan, dan dari kepulauan tersebut arus secara dominan menuju ke Barat Daya dengan lama kejadian 7 bulan. Umumnya arus melemah ketika tiba di kepulauan ini. Kecuali pada bulan Februari dimana arus datang dari arah Barat Laut dengan kecepatan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lain. Arus yang datang dari arah Timur dan Timur Laut umumnya bersamaan dengan terjadinya penurunan suhu permukaan laut di sekitar perairan wilayah ini, yakni pada bulan Juni hingga Oktober. Hal ini diduga berkaitan dengan kejadian upwelling yang telah diperkirakan oleh berbagai pihak. Hal ini memunculkan hipotesis bahwa pasokan unsur hara dari Laut Banda ke Perairan Kota Tual melalui upwelling terjadi pada bulan-bulan yang sama.

Arus laut di beberapa Selat dan Muara Teluk dan Laguna, atau pun estuary di Wilayah Perairan Kepulauan Kei termasuk Kota Tual dapat mencapai 1 meter per detik, pergerakan arus pasang surut di beberapa lokasi hampir tidak menunjukkan periode diam kendatipun pada fase peralihan pasang surut (slack water) kondisi ini memungkinkan dimanfaatkannya arus laut ini sebagai pembangkit tenaga listrik. Wilayah tersebut antara lain, Teluk Hoaryeu yang membatasi Desa Disuk, Iso, Wain, Ibra dan Ngabub, Teluk Sorbai di Desa Rumadian, Teluk Un yang merupakan petuanan Desa Taar, Selat Tut, yang membatasi Pulau Kei Kecil dan Pulau Fair, semua berada di Pulau Kei Kecil dan Pulau Dullah, termasuk dalam gugusan Kepulauan Kei.

3.  Pasang Surut
Pasang surut di perairan wilayah Kota Tual umumnya tergolong pasang campuran mirip harian ganda sebagai mana tipe umum pasang surut di perairan lain di Maluku. Ciri utama tipe pasang surut ini adalah terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, dimana pasang pertama selalu lebih besar dari pasang kedua dan terjadi pada pagi hari.
Tunggang air (tidal range) maksimum perairan ini umumnya lebih besar dari 2,5 meter. Dengan kondisi tunggang air sedemikian pada topografi landai seperti halnya di Kepulauan Kei Kecil, dimana pada saat surut terendah, sebagian besar dataran pasang surut muncul dipermukaan air. Pasang tertinggi di perairan ini terjadi pada bulan April dan Desember. Hal ini bersamaan dengan pemijahan cacing laor (Eunice sp.) atau dalam bahasa setempat disebut Es’u. Oleh karena itu masyarakat setempat menyebut kondisi pasang surut ini sebagai ‘metruat su’, berarti pasang laor. Sedangkan surut terendah terjadi pada bulan Oktober. Pada saat itu terjadi eksploitasi (pengumpulan berbagai hasil laut) secara besar-besaran oleh masyarakat setempat. Surut terbesar di bulan Oktober itu dikenal sebagai ’Meti Kei’ atau dalam bahasa setempat disebut ’Met Ef’ (ef artinya kering atau kemarau) yang umumnya bersamaan dengan suhu udara yang tinggi dan matinya berbagai jenis tumbuhan di darat, serta kondisi permukaan laut yang tidak berombak.

4.  Batimetri
Wilayah Kota Tual di Kepulauan Kei berada di dalam sistem Laut Banda dan terletak di antara Laut Banda serta Laut Arafura. Wilayah ini berada di sebuah dataran yang ujung Barat dan Barat Laut serta Utaranya berbatasan dengan busur banda dalam dengan kedalaman rata-rata 3,000 meter dengan palung laut (Basin) Banda yang memiliki kedalaman maksimum kurang lebih 7,400 meter (Weber Deep), sedangkan bagian Timur Laut hingga Tenggara berbatasan dengan sebuah palung yang berada diantara Kepulauan Aru dan Kepulauan Kei dengan kedalaman maksimum mencapai 3,650 meter, palung ini juga berada pada Laut Arafura yang memiliki kedalaman rata-rata 100 meter.
Perairan sekitar kepulauan Kei Kecil termasuk wilayah perairan Kota Tual relatif lebih dangkal dibandingkan dengan perairan Kei Besar. Jarak isobath 200 meter terjauh dari garis pantai berada di bagian Tenggara Pulau Tnebar Evav yakni sejauh 13 mill laut. Sedangkan isobaths 200 meter terdekat berada 1 hingga 1.5 mill laut dari garis pantai Desa Danar, di bagian Selatan Pulau Kei Kecil. Perubahan Kedalaman lebih ekstrim berada di Pulau Kei Besar, terutama bagian Timur pulau tersebut, dimana isobaths 200 meter umumnya berada pada jarak lebih kecil dari 0.5 mill laut dari garis pantai. Pulau Dullah bagian utara yang termasuk dalam gugusan Kepulauan Kei juga memiliki perubahan kedalaman yang relatif lebih ekstrim.

Perairan sekitar Pulau-pulau tiga bersaudara (Tayando, Yamtel dan Tam) relatif dangkal dan isobath 200 meter rata-rata berada pada jarak 4.5 mil laut dari garis pantai ke tiga pulau tersebut. Perubahan kedalaman pada perairan di sekitar pulau Kur dan Kaimer juga ekstrim, dimana isobaths 200 meter rata-rata berada kurang dari 0.5 mil laut dari garis pantai pulau-pulau tersebut. Perairan antara daratan (pulau) dan isobaths 200 meter merupakan zona photic dan sebaran kedalaman terdalam pada zona tersebut berada di perairan Pulau Mangur dengan kedalaman rata-rata 122 meter, sedangkan terdangkal di Pulau Kaimeer dengan rata-rata kedalaman 48 meter. Variasi kedalaman mempengaruhi dinamika perairan (ombak, dan arus), yang selanjutnya mempengaruhi kehidupan biota laut, keamanan pelayaran, geomorfologi pantai, maupun penempatan bangunan di kawasan pantai (misalnya Jetty atau dermaga), ataupun sarana budidaya laut.

5.  Kualitas Perairan
Wilayah pantai dan laut Kota Tual berada di wilayah perairan Laut Banda dan Laut Aru. Pengaruh kondisi oseanografi ini untuk kawasan ini sangat menonjol dengan kondisi lingkungan yang sangat dinamis. Sehingga tipologi yang menonjol adalah sebagai daerah rentan terhadap perubahan, tetapi juga dapat dengan cepat mengalami pemulihan. Selain itu pengaruh arus lintas Indonesia juga berpengaruh di wilayah perairan Kota Tual.

Suhu perairan di wilayah Kota Tual sekitar 28 oC dan tidak terlihat peningkatan suhu yang signifikan. Begitu juga salinitas yang menunjukkan rendahnya pengaruh masukan air tawar. Salinitas berkisar antara 28-32 ppt termasuk kategori perairan laut dengan salinitas tinggi. Kekeruhan perairan juga relatif rendah, karena tidak banyak sungai besar yang membawa masukan bahan tersuspensi. Struktur batuan pulau yang berkarang juga mendorong rendahnya Kekeruhan dan pH perairan masing-masing sekitar 0.35 NTU dan 7. Nilai Kekeruhan dan pH tersebut masih sesuai untuk kebutuhan hidup biota perairan, dan tidak bersifat toksik. Untuk kegiatan budidaya, nilai kekeruhan dan pH dengan kisaran tersebut masih sesuai untuk terjaminnya kelangsungan hidup biota.

Oksigen terlarut selama pengamatan, berkisar antar 6.8 mg/l. Artinya di seluruh lokasi pengamatan, kandungan oksigen terlarut masih sesuai untuk pengembangan kegiatan budidaya dan perikanan. Kegiatan budidaya yang dapat dikembangkan dengan kondisi oksigen terlarut adalah perikanan karamba jaring apung, mutiara dan rumput laut. Tetapi kawasan perairan terbuka diperkirakan memiliki tingkat oksigen terlarut yang lebih tinggi.

Kandungan COD relatif tinggi yaitu sekitar 35.50 mg/l tinggi diperkirakan karena tingginya kandungan bahan organik kimiawi yang masuk ke air karena kegiatan di sekitar pantai seperti aktivitas penduduk, pelabuhan, dari kegiatan usaha penangkapan ikan seperti sisa dari kegiatan budidaya. Selain itu pengaruh kegiatan di hulu seperti penebangan kayu juga mempengaruhi nilai COD. Amonia dan nitrat juga tergolong tinggi, begitu juga dengan silikat, namun fosfat tidak begitu tinggi. Dalam siklus biokimia, yang memperlihatkan adanya hubungan antara kandungan nitrat, nitrit, juga mempengaruhi nitrogen total.

Untuk menunjang kegiatan budidaya, dan aktivitas usaha lain di perairan laut, kondisi kualitas air laut di Perairan Kota Tual dan sekitarnya nampaknya masih tergolong baik. Secara umum kandungan parameter yang tergolong tinggi yaitu nutrient dan bahan organik. Secara alami bahan nutrien dan bahan organik lebih mudah terdekomposisi terutama untuk kondisi perairan yang tingkat pembilasan tinggi seperti di Maluku Tenggara. Jadi kondisi tersebut mengindikasikan bahwa aktivitas budidaya perikanan (keramba jaring apung, rumput laut, budidaya kerang mutiara, bagan tancap) masih memungkinkan untuk di tingkatkan pengembangannya.

Berdasarkan standar baku mutu air laut menurut Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004, untuk kegiatan pelabuhan, biota air, wisata bahari, maka kondisi perairan di lokasi pengamatan dapat dibedakan dari tingkat pencemaran dengan analisis indeks pencemaran. Indeks pencemaran perairan terbagi dalam 4 kriteria yaitu;
(a) Jika 0,0 ≤ IPj ≤ 1,0 kondisi perairan memenuhi baku mutu (kondisi baik).
(b) Jika 1,0 < IPj ≤ 5,0 kondisi perairan cemar ringan.
(c)   Jika 5,0 <IPj ≤ 10,0 kondisi perairan cemar sedang.
(d)  Jika IPj > 10,0 kondisi perairan cemar berat. 

Penggunaan Lahan
Perkembangan Kota Tual sebagai pusat pengembangan di wilayah Provinsi Maluku bagian selatan mengakibatkan adanya peningkatan luas kawasan terbangun. Hal ini mengindikasikan bahwa perkembangan penggunaan lahan di Kota Tual pada beberapa tahun terakhir ini terjadi cukup intensif. Perubahan guna lahan yang cukup intensif dapat dijumpai di Kecamatan Dullah Selatan dan Dullah Utara, khususnya di sekitar Kawasan Pusat Kota Tual.

Kawasan terbangun mengalami perubahan setiap tahunnya menjadi semakin bertambah, sedangkan untuk kawasan belum terbangun yang mengalami pengurangan setiap tahunnya seperti hutan yang banyak dikonversi menjadi bangunan/industri.
Perubahan guna lahan dari kawasan tidak terbangun menjadi kawasan terbangun merupakan suatu fenomena yang lazim dijumpai pada kawasan perkotaan. Hal ini sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan perkembangan kegiatan ekonomi penduduk yang berada di wilayah tersebut. Dengan semakin berkembangnya suatu kota, maka akan semakin banyak penduduk yang bermukim di kota tersebut. Hal ini akan berdampak pada peningkatan kebutuhan rumah dan fasilitas pendukungnya.

Wilayah Kota Tual meliputi wilayah daratan dan wilayah perairan. Untuk wilayah daratan terdiri dari kawasan terbangun dan kawasan belum terbangun. Kawasan terbangun yang dapat diidentifikasi di kedua kawasan tersebut antara lain permukiman dan fasilitas umum. Sedangkan kawasan belum terbangun yang terdapat berupa hutan, mangrove, semak belukar, rawa dan lain-lain.
Dari hasil pengolahan Citra terlihat bahwa kawasan tidak terbangun masih sangat banyak. Hal ini menunjukkan adanya potensi ketersediaan lahan untuk kegiatan pembangunan fisik kegiatan perkotaan di Kota Tual. Secara umum, jenis penggunaan lahan di Kota Tual yang paling dominan adalah hutan dan terumbu karang. Sedangkan jenis penggunaan lahan permukiman dan fasilitas umum masih relatif sangat kecil.

Penggunaan lahan di wilayah daratan Kota Tual yang paling luas adalah hutan. Hutan yang berada di wilayah ini sebagian besar merupakan hutan lindung. Hutan lindung ini mempunyai fungsi utama sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah bencana banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air serta memelihara keawetan dan kesuburan tanah, baik dalam kawasan hutan yang bersangkutan maupun kawasan yang dipengaruhi di sekitarnya.
Hutan lindung di Kota Tual terutama hutan yang berada di Pulau Durowa dan sekitarnya di Kecamatan Dullah Utara, serta di Kepulauan Tayando di Kecamatan Tayando Tam. Sebagai wilayah dengan potensi hutan yang cukup besar, maka pengelolaan hutan lindung di Kota Tual perlu mewaspadai adanya upaya untuk eksploitasi hasil hutan maupun pembukaan lahan hutan yang dilakukan oleh perorangan maupun perusahaan-perusahaan besar. Keberadaan hutan lindung ini harus dilestarikan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan mencegah kerusakan lingkungan. Selain hutan lindung, juga terdapat hutan produksi yang berfungsi pokok memproduksi hasil hutan, baik hutan produksi biasa, terbatas maupun yang dapat dikonversi. Sepanjang pantai terdapat hutan mangrove yang tersebar secara sporadis.

Kawasan hutan di Kota Tual sebagian telah mengalami alih fungsi akibat maraknya perkebunan rakyat. Kegiatan tersebut telah memberikan dampak berupa sering terjadinya banjir yang berupa lumpur dan di beberapa lokasi telah mengalami longsor.

Kondisi Demografi

Jumlah penduduk di Kota Tual menunjukkan jumlah yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah penduduk ini terjadi dengan tingkat pertumbuhan yang relatif berbeda untuk setiap kecamatan yang terdapat di Kota Tual. Pertumbuhan jumlah penduduk juga terjadi dengan laju pertumbuhan penduduk yang terus meningkat secara persentasenya. Secara total, laju pertumbuhan penduduk untuk tahun 2011 adalah sebesar 0,57 persen dibandingkan dengan jumlah penduduk Kota Tual pada tahun 2010.

Untuk tahun 2011 jumlah total penduduk Kota Tual adalah 86.147 orang. Dari jumlah tersebut tercatat kecamatan yang memiliki angka laju pertumbuhan penduduk tertinggi untuk tahun 2011 adalah kecamatan Dullah Selatan dengan angka 10,93 persen. Sementara itu Kecamatan Tayando Tam dengan angka laju pertumbuhan penduduk sebesar 6,73 persen. Adapun Kecamatan Dullah Utara tumbuh sebesar 1,57 persen di tahun 2011 dan Kecamatan P. P. Kur sebesar 0,07 persen.

Jumlah penduduk terbesar terdapat di Kecamatan Dullah Selatan yaitu sebesar 60,08 persen. Sedangkan untuk di Kecamatan Dullah Utara adalah sebanyak 23,75 persen. Untuk Kecamatan Tayando Tam adalah sebesar 8,67 persen dan kecamatan dengan jumlah penduduk paling kecil adalah Kecamatan P. P Kur sebesar 7,50 persen dari total jumlah penduduk.

Kepadatan jumlah penduduk untuk masing-masing kecamatan juga menunjukkan tingkat kepadatan yang berbeda. Untuk tahun 2011, Kecamatan Dullah Selatan nampak sebagai bagian dari wilayah kota dengan tingkat kepadatan penduduk paling tinggi yaitu 1111 orang/km2 atau meningkat sebesar 10,93 persen dari tahun 2010. Kemudian Kecamatan Dullah Utara dengan tingkat kepadatan sebesar 289 orang/km2 atau mengalami penurunan sebesar 1,57 persen dari tahun 2010. Kecamatan P.P. Kur dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 167 orang/km atau meningkat sebesar 0,06 persen dari tahun 2010, dan Kecamatan Tayando Tam dengan tingkat kepadatan penduduk paling rendah yaitu 109 orang/km2 atau meningkat sebesar 6,73 persen dari tahun 2010.

Penduduk Kota Tual terkonsentrasi di pusat kota dengan jumlah yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Jumlah penduduk pada tahun 2005 adalah 50.042 jiwa dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 76.678 jiwa. Hal ini menunjukkan tingkat kepadatan penduduk Kota Tual tahun 2005 adalah 81 jiwa per kilometer persegi dan tahun 2009 mencapai 218 jiwa per kilometer persegi.

Jumlah Penduduk Usia Kerja tahun 2010 di Kota Tual mencapai 36.327 orang. Sedangkan dari Penduduk Usia Kerja itu yang tergolong Angkatan Kerja sebanyak 21.814 orang dan sisanya 14.513 orang bukan Angkatan Kerja. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) mencapai 60,05 persen; Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sebesar 14,37 persen atau lebih tinggi dari persentase tingkat propinsi (10,38persen); dan Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) mencapai 85,63 persen.

Kondisi Pendidikan dan Kesehatan

Upaya membangun kualitas manusia di Kota Tual menjadi prioritas utama karena sumberdaya manusia (SDM) sebagai subyek dan obyek pembangunan. Kualitas SDM di Kota Tual pada umumnya sudah baik yang ditunjukan dengan kondisi pendidikan sebagai beriku
  • Kondisi sarana dan prasarana yang dimiliki terdiri dari jumlah gedung SD 42 unit, 11 unit SMP, dan SMA 10 uni
  • Jumlah tenaga pendidik SD 320 orang, SMP 177 orang, dan 80 guru di tingkat SMA.
  • Angka Partisipasi Kasar (APK) Kota Tual pada Tahun 2008 untuk SD 114,26 persen; SMP 77,43 persen; SMA 97,50 persen; dan PT 8,23 persen. Pada Tahun 2009 meningkat untuk SD 117,71 persen; SMP 80,53 persen; dan PT 11,24 persen; sementara itu untuk SMA mengalami penurunan menjadi 93,54 persen.Angka Partisipasi Murni (APM) Kota Tual pada Tahun 2008  untuk SD 93,52 persen, SMP  62,84 persen, SMA 59,32 persen dan PT 2,39 persen. Sementara pada Tahun 2009 meningkat untuk SD 94,23 persen, SMP 70,59 persen, SMA 65,08 persen dan PT 8,56 persen.
  • Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Tual meningkat dari 69,1 pada tahun 2005  menjadi 75,90 pada tahun 2008.

Adapun status kesehatan masyarakat Kota Tual pada dasarnya telah mengalami peningkatan kualitas dan standar hidup yang ditunjukan dengan :
1)    Peningkatan angka harapan hidup penduduk dari 66,70 tahun pada tahun 2007 menjadi 67,02 tahun pada tahun 2009.
2)    Peningkatan Pasangan Usia subur (PUS) pada tahun 2010 sebanyak 7.844 menjadi 7.033 pada tahun  2011.
3)    Peningkatan jumlah peserta KB dari 3.865 peserta pada tahun  2010 menjadi 5.605 peserta  pada tahun 2011.

Kondisi Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi rata-rata Kota Tual selama kurun waktu 2007-2011 adalah 4, 93 persen. Hal Ini  menunjukkan pertambahan produksi barang dan jasa di suatu wilayah perekonomian dan dalam rentang waktu 2007-2011 di Kota Tual cukup berkembang.

Perekonomian Kota Tual Kepulauan terus mengalami pertumbuhan dalam kurun waktu tahun 2006-2008 sebesar 4,22 persen. Sektor yang mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi pada periode tersebut adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 5,71 persen sementara sektor berikutnya keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan sebesar 5,62 persen.

Berdasarkan karakteristik dan potensi utama yang dimiliki menunjukkan bahwa sektor pertanian yang di dalamnya terdapat sub sektor kelautan dan perikanan sebagai modal utama pembangunan Kota Tual.  Potensi sub sektor kelautan dan perikanan yang dimiliki Kota Tual berupa ekosistem pesisir antara lain  terumbu karang, lamun dan rumput laut, mangrove, dan biota air lainnya serta pulau kecil dan pantai yang potensial menjadi lokasi wisata bahari. Perairan Tual berada di Wilayah VI (Laut Arafura) memiliki potensi sebesar 793.100 ton per tahun dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) sebesar 633.600 ton per tahun. Sementara itu potensi budidaya laut  (marine culture) sebesar : 5.548 hektar dengan komoditas Kerang Mutiara, Kerapu, Rumput laut, dan Teripang.

Kondisi Sosial Budaya

Pembangunan di bidang budaya sudah mengalami kemajuan yang ditunjukan dengan meningkatnya toleransi dan budaya penyelesaian masalah tanpa kekerasan. Karakteristik budaya Kota Tual Kepulauan cukup majemuk dan dapat digolongkan berdasarkan basis geografis, kultural dan agama. Meskipun demikian, karena masih satu nenek moyang sehingga mereka terikat pada falsafah hidup bersama berupa :
v  Budaya “Maren”, yaitu tradisi budaya tolong menolong dalam aspek kehidupan beberapa bidang diantaranya di bidang perikanan, pertanian, mendirikan rumah tinggal, rumah ibadah dan memagari kebun.
v  Konstruksi adat yang naturalistik masih tetap dipertahankan yang dapat dilihat dari kuatnya nilai adat pantangan, keseimbangan tindakan pada alam, kemampuan membaca tanda-tanda alam dan kelebihan-kelebihan supranatural lainnya dalam kultur masyarakat Kei, seperti sasi atau hawear.
v  Falsafah Ain Ni Ain (saling memiliki) semakin menguatkan tingkat kerukunan antar umat beragama
v  Di bidang sosial keagamaan, tingkat pemahaman, penghayatan, dan pengamalan ajaran agama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara masih memprihatinkan. Ajaran agama belum sepenuhnya diaktualisasikan dalam kehidupan agama secara nyata. Perilaku masyarakat yang cenderung negatif seperti perilaku asusila, praktik KKN, penyalahgunaan narkoba, dan perjudian sering muncul ke permukaan.
v  Kehidupan beribadah meningkat ditandai dengan meningkatnya tempat ibadah dan jumlah masyarakat yang melaksanakan ibadah haji.

Kondisi Sarana Prasarana
1.               Jalan
Kondisi jalan nasional dan provinsi di Kota Tual sudah cukup baik dimana jalan tersebut sudah hotmix. Panjang jalan nasional adalah 21,34 km; jalan provinsi 8,96 km sedangkan panjang jalan kota 137,45 km, 24,90 km diantaranya sudah hotmix; beraspal 44,05 km; jalan setapak 63,50 km; dan jalan tanah 5 km).  Kondisi ini terkait dengan struktur geologi di Pulau Dullah berupa batu kapur yang cenderung keras.
2.               Jembatan
Jembatan sebagai sarana penghubung antar wilayah dalam kondisi baik. Jumlah jembatan yang ada di Kota Tual sebanyak 15 unit dengan panjang keseluruhan 194 meter.
3.               Angkutan umum
Sarana angkutan umum yang ada di Kota Tual  cukup memadai  terdiri dari angkutan pedesaan dan perkotaan. Trayek sarana angkutan umum berjumlah 9 trayek dengan jumlah armada yang beroperasi mencapai 57 unit. Trayek yang ada melayani jurusan Tual-Tamedan (7 unit), Tual- Dullah (9 unit), Tual-Fiditan (20 unit), Tual-BTN (8 unit), Tual-Ohoitel (9 unit), dan Tual-Taar (4 unit). Selain trayek yang ada di dalam Kota Tual Kepulauan terdapat juga trayek yang menghubungkan antarkota/kabupaten dalam provinsi (Tual-Langgur dan Tual-Perumnas).
4.               Terminal
Terminal di Kota Tual Kepulauan terdapat 2 unit yang bertipe C yaitu Terminal Lodar El yang melayani rute di dalam kota dan antar kota/kabupaten dalam provinsi dan Terminal Wara yang melayani rute antara kota dengan desa.
5.               Angkutan udara
Angkutan udara Kota Tual Kepulauan masih dilayani oleh Bandara Karel Sadsuitubun di Ibra Kabupaten Maluku Tenggara. Di mana sampai saat ini pengelolaan bandara masih secara bersama oleh Departemen Perhubungan.
6.               Angkutan laut
Sarana transportasi pelabuhan laut yang ada di Kota Tual Kepulauan adalah Pelabuhan Tual, Dermaga Penyeberangan ASDP, Pelabuhan Kur, Dermaga Ngadi, Pelabuhan Perikanan Nusantara, Pangkalan TNI-AL, Pelabuhan Pertamina dan Pelabuhan PPI KALVIK.
7.               Listrik
Semua kebutuhan listrik di Kota Tual Kepulauan khususnya di Pulau Dullah dipenuhi oleh PT. PLN (Persero) Wilayah IX Cabang Tual. Pada tahun 2006 Kapasitas Daya Terpasang 10.966 KW dengan daya mampu 5.500 KW, sementara beban puncak mencapai 2.700 KW. Jumlah listrik sebesar itu dipasok oleh 14 mesin pembangkit listrik tenaga diesel. Jumlah pelanggan sampai tahun 2006 sebanyak 13.399 pelanggan dengan total produksi 23.271.492 KW dan terjual sebesar 21.430.119 atau 92,09 persen.
8.               Telekomunikasi
Jaringan telekomunikasi yang ada di Kota Tual Kepulauan khususnya jaringan telepon sampai dengan tahun 2006 telah terpasang sebanyak 3.144 sambungan, pertumbuhan sebesar 1,55 persen terjadi dari  tahun 2004 sampai dengan tahun 2006. Kenaikan jumlah pelanggan hanya mengalami kenaikan pada tahun 2005 yaitu sebanyak 250 pelanggan atau 9,27 persen dari tahun 2004 yang sebanyak 2.740, sedangkan pada tahun 2006 jumlah pelangan kembali turun menjadi 2.925 atau - 2,30 persen.

Pada wilayah kepulauan jaringan telepon pernah menggunakan tipe sambungan yang langsung akses satelit yaitu dengan teknologi VSAT (Very Small Aperture Terminal) untuk wartel. Selain itu, saat ini di Kecamatan Dullah Utara dan Kecamatan Dullah Selatan telah terdapat telepon sambungan tetap juga sudah dilayani jaringan telepon seluler.
Komunikasi yang berbentuk siaran di Kota Tual dilayani oleh TVRI sementara siaran televisi swasta dapat dinikmati oleh masyarakat dengan menggunakan antene parabola. Media siaran yang lain melalui radio yang dilayani oleh RRI dan radio swasta.

9.               Air bersih
Sumber air bersih bagi masyarakat yang tinggal di Pulau Dullah selama ini banyak disuplai dari pasokan oleh Perusahaan Air Minum Daerah (PDAM) dimana sumber air bersih berasal dari  Mata Air Evu dengan kapasitas debit 1.400 liter per detik dan saat ini baru dimanfaatkan untuk Air Bersih sebesar 50 liter per detik. Kedepan untuk mengantisipasi kebutuhan akan air bersih yang semakin besar dan berkurangnya debit Mata Air Evu, maka alternatif sumber air yang akan dimanfaatkan adalah air dari Danau Ngadi yang berjarak lebih kurang 2 kilometer.
Jumlah pelanggan tahun 2009 sebanyak 2797 pelanggan dimana 95,42 persennya adalah pelanggan rumah tangga, jumlah tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 24,89 persen dari tahun 2005 yang baru sebanyak 1.627 pelanggan. Dilihat dari penambahan jumlah pelanggan yang terbanyak adalah dari pelanggan rumah tangga akan tetapi dari jumlah persentase, pelanggan pertokoan dan industri mengalami peningkatan yang paling tinggi yaitu sebesar 1.200 persen diikuti pelanggan dari hotel dan objek wisata yaitu 66,67 persen dan selanjutnya instansi pemerintah sebesar 45,45 persen.

10.            Limbah
Produksi limbah domestik (sampah) di Kota Tual dan sekitarnya mencapai 21 ton per hari. Sementara penanganan sampah kota (transportasi ke TPA sementara) baru mencapai 50 - 60 persen. Sisa sampah perkotaan masih tertinggal di lingkungan permukiman. Indikator sisa sampah terdapat di saluran drainase, tepi pantai dan lingkungan perumahan.
Kondisi Pelayanan Umum Pemerintahan

Pengembangan Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Pembangunan Jangka Panjang Kota Tual tidak dapat dipisahkan dari perkembangan pengaturan hukum dan HAM secara nasional dan provinsi maupun perkembangan dalam masyarakat internasional. Di lain pihak, pendekatan pembangunan hukum hendaknya dititikberatkan pada upaya mengintegrasikan bidang-bidang pembangunan yang menyentuh langsung kehidupan masyarakat sehingga menghasilkan kepastian hukum yang berkeadilan dengan menggunakan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat. Pembangunan bidang hukum dilakukan melalui :
v  Penataan produk hukum daerah
v  Substansi hukum yang mengakomodir nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat kemudian disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
v  Adanya profesionalitas aparatur penegak hukum yang mampu melakukan penegakan hukum dan HAM secara tegas.
v  Adanya budaya hukum masyarakat yang menghargai pluralitas, nilai-nilai hukum adat serta kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan program pembangunan aparatur dalam penyelenggaraan pemerintahan di Kota Tual telah dilaksanakan secara optimal untuk mewujudkan harapan masyarakat atas pelayanan yang cepat, murah, manusiawi, dan berkualitas serta untuk memberantas KKN.

Peningkatan upaya pelayanan publik dilakukan antara lain dengan menyediakan jumlah aparatur pemerintah Kota Tual yang dapat mengimbangi kebutuhan pelayanan. Pada tahun 2009 jumlah pegawai telah mencapai 1.339 orang.